Saturday, October 19, 2013

Sebuah buku catatan

Jam menunjukkan tepat pukul tiga sore. Seperti biasa, aku mulai mengerjakan hal-hal yang berhubungan dengan urusan sekolah. Ditemani oleh kursi beroda ala kantor berwarna merah, meja kayu berwarna cokelat dengan model yang menurutku sudah ketinggalan jaman, serta lampu baca yang cahayanya mengimitasi sinar matahari menghangatkan pandangan. Di depanku tergeletak sebuah buku tulis berwarna kuning dengan gambar logo sekolahku yang terdiri dari gambar buku tulis terbuka, di sebelah kiri dan kanannya terdapat gambar padi dan kapas seperti yang ada pada lambang Pancasila sila kelima, di bawah gambar buku itu terbentang sebuah pita yang bertuliskan nama sekolah. Di bawah logo itu terdapat sebuah kotak yang berisikan data diri dari si pemilik buku.

Nama: Vicha. L
Kelas: IV SD
Tahun Pelajaran: -
Mata Pelajaran: Cat Bahasa Indonesia

Ya, buku yang sudah kupegangi sekitar satu menit itu bukan milikku, buku itu milik teman sebangku, yang selalu memilih duduk di sebelah kiriku. Aku merasa puas bisa mendapatkan buku itu, mungkin rasanya seperti memenangkan sebuah pertandingan final sepak bola dalam kompetisi bergengsi seperti piala dunia. Melihat buku itu, rasanya bukan hanya aku yang tersenyum, tetapi buku itu juga tersenyum padaku, sepertinya buku itu berkata kepadaku, "kamu hebat!"

Seperti pencuri yang datangnya tidak pernah diketahui oleh si empunya rumah, pintu kamarku diketuk oleh seseorang, pengasuhku. Setengah berteriak aku berkata, "masuk!" Kedatangannya bukan untuk membawakanku makanan atau minuman ataupun pakaian yang baru saja selesai diseterika. Kedatangannya adalah untuk mengabarkan berita buruk bagiku. Ya, ini berita buruk bagiku. Si pemilik buku menelepon ke rumah dan menanyakan perihal tentang buku catatan bahasa indonesianya. Rasanya wajahku seketika itu juga menjadi pucat dan spontan aku menjawab, "iya, ada di sini" lima menit lagi dia akan telepon lagi untuk meminta jawaban dari pengasuhku.

Setelah pintu tertutup dan aku kembali seorang diri di kamar, suasana kamarku rasanya berubah. Aku merasa berada di tempat asing yang gelap, tidak terurus dan menakutkan. Suasana hatiku rasanya diliputi awan-awan gelap. Seakan aku mengendalikan alam, langit di luarpun ikut sendu, awan gelap menyelimuti langit dan suara guntur sesekali muncul seperti mengejekku. Dengan wajah terbenam di bantal, aku mulai menangis. Aku merasa sudah menjadi anak paling nakal di seluruh dunia. Dadaku terasa tidak enak, aku takut, aku menyesal, aku mengaku salah. Lagi-lagi alam mengikuti suasana hatiku, hujan dengan tingkat sedang mulai membasuh bumi seirama denganku yang semakin tenggelam dalam perasaan bersalah. Suara benturan air hujan yang menghantam atap rumah seperti berkata kepadaku, "kamu anak nakal!" jutaan kali. Dengan pandangan yang agak basah, aku kembali melihat ke buku catatan yang ada di meja belajar, buku itu tidak lagi seramah tadi, ia dingin. Rasa bersalahku ini membuatku kembali mengingat kejadian beberapa jam sebelumnya, sebelum aku mendapatkan buku catatan itu.

Bel tanda pulang sudah berbunyi, sambil merapikan buku-buku dan alat tulis yang ada di meja aku bertanya kepada teman sebangku, "boleh aku pinjam buku catatanmu?" Diluar harapanku, ternyata dia menolak untuk meminjamkan buku catatannya kepadaku. Alasannya adalah dia ingin pakai buku itu untuk mempersiapkan diri pada ulangan bahasa indonesia di hari rabu depan. Hari ini adalah hari Jumat dan ulangan hari rabu, aku sungguh tidak bisa memerima alasan seperti itu. Hari Rabu masih lama, kenapa aku tidak dipinjamkan saja buku itu hanya untuk hari sabtu dan minggu? Jika bisa, aku ingin sekali merebut buku itu.

Seakan Tuhan mengijinkan, buku itu tergeletak begitu saja di kolong mejanyq. Entah setan mana yang merasuki, aku langsung ambil buku itu tanpa ijin, lalu memasukkannya ke dalam tas. Tadinya aku kira dalam beberapa menit, teman sebelahku akan langsung menyadari tentang ketiadaan buku catatannya. Ternyata aku salah, seperti tidak ada kehilangan apa-apa dia segera menutup resleting tas kotak polosnya yang berwarna merah. Dengan tatapan tidak percaya, aku melihatnya berjalan ke luar menuju pintu kelas dan kemudian menghilang dari pandanganku.

Pengasuhku kembali masuk ke kamar dan menanyakan di mana buku catatan itu. Dengan berpura-pura mengantuk, sambil tiduran menghadap ke arah tembok untuk menyembunyikan wajahku yang penuh dengna air mata, aku memintanya untuk mengambil sendiri buku itu di meja belajar. Dari luar rumah sayup-sayup aku mendengar suara knalpot motor vespa yang diredam oleh suara hujan yang semakin deras. Bel rumah berbunyi, dan aku tahu itu pasti ibu dari teman sebaangku. Ya, pasti ibunya. Karena dia selalu diantar dan dijemput oleh ibunya dengan motor vespa. Ayahnya meninggal setahun lalu, waktu kelas 3 SD.

Air mataku kembali menetes dan kemudian menjadi deras, rasanya aku ingin sekali bertemu dengan tante itu. Aku ingin berkata kepadanya, "maaf tante, aku sudah menjadi anak yang nakal." tapi aku tidak punya keberanian untuk melakukan aksi itu. Sekarang aku hanya menangis dan meratapi kesalahanku. Aku sadar, aku salah karena mengambil buku catatan itu tanpa minta ijin terlebih dahulu.

Keesokan harinya kesedihanku, penyesalanku rasanya sudah tidak berbekas sama sekali di dalam benakku. Aku terhanyut dalam permainan video game. Kesal karena kalah, senang karena menang. Rasanya hanya itu yang aku rasakan di hari Sabtu. Di hari Minggu juga tidak ada hal-hal yang membuatku kembali memikirkan tentang kejadian di hari Jumat. Pada malam hari setelah selesai berdoa sebelum tidur, aku kembali teringat apa yang sudah aku lakukan di hari Jumat. Betapa nakalnya aku sudah mengambil buku catatan milik teman sebangku yang sudah kira-kira satu bulan duduk bersama. Malaikat mungkin sudah merasuki, hati kecilku berkata kalau aku harus meminta maaf kepada teman senbangku itu. Besok pagi sebelum kelas dimulai aku harus meminta maaf dan mengakui segala perbuatanku. Setelah mengucapkan janji itu, aku tidur.

Secerah cuaca di hari ini, Senin. Tekadku untuk meminta maaf juga ikut bersinar. Perjalanan menuju sekolah rasanya sangat lambat, rasanya aku sudah tidak sabar ingin menyodorkan tangan kananku serta mengucapkan kata maaf disertai dengan ekspresi penyesalan kepada teman sebangk. Tiba di depan pintu kelas, jantungku mengetuk-mengetuk dada dengan keras. Perlahan kudorong pintu kelas yang sepertinya terasa berat di hari ini. Ketika pintu terbuka lebar, mataku langsung tertuju ke bangku ketiga dari pintu masuk yang ada di paling depan, dekat papan tulis. Ya, Itulah tempatku dan teman sebangku. Bangku itu kosong, tidak ada siapa-siapa. Lima menit lagi kelas akan dimulai, tidak mungkin dia belum datang sampai sekarang. Dia hampir selalu datang ke kelas yang pertama kali.

Aku berjalan dengan merunduk menuju tempatku, di benakku banyak pertanyaan, "apa dia sakit karena kehujanan sewaktu mengambil buku?" "apa dia pindah sekolah karena tidak mau berteman dengan teman sebangku yang nakal?" Sebelum pertanyaan dalam lamunanku itu bertambah banyak, suara tawa yang khas menghantarku kepada kesadaran. Mengikuti sumber suara, aku memalingkan wajah ke belakang. Terlihat teman sebangku ada di bangku paling belakang, tepat sederetan dengan posisiku saat ini. Aku baru ingat kalau hari ini adalah saatnya pergantian posisi tempat duduk. Semua orang di dalam kelas selalu berganti tempat duduk sebulan sekali, hanya aku yang selalu duduk di bangku ketiga dari pintu masuk dan paling depan. Kini teman sebangku itu telah berubah status menjadi mantan teman sebangku. Perubahan status itu seketika merubah juga niatku yang tadi bersinar menjadi meredup dan akhirnya mati, tidak lagi menyala. Aku memutuskan untuk mengurungkan niatku untuk meminta maaf. Aku tidak mempunyai keberanian yang cukup untuk menghampirinya di bangku paling belakang. Dari tempatku duduk, aku memandangnya dan berkata, "maaf ya" tanpa suara.

091013

Wednesday, October 02, 2013

Lucid dream?

Senin, 8 April 2013

Seperti biasa aku tidak ingat bagaimana caranya aku bisa berada di tempat ini. Aku sedang berada di sebuah rumah, tepat di sebuah ruangan yang sepertinya adalah ruang tidur. Aku tidak tahu ini rumah dan ruangan milik siapa. Posisiku ada sedang tidur rebahan, hanya rasanya bukan di kasur maupun di lantai, entah di mana (mungkin di karpet?) Aku tidak sendirian di ruangan itu, bersamaku ada seorang teman wanita sebut sama namanya L. Dia tidak tidur di sebelahku, tapi cukup dekat jaraknya denganku. Aku tidak tahu apa yang sedang dia lakukan.

Tiba-tiba tangan kananku yang aku letakkan di bagian perut merasakan ada sesuatu yang sepertinya agak basah. Dan aku baru sadar di perutku berbaring seorang batita (kira-kira berumur satu tahun), sepertinya laki-laki sedang menjilat-jilat tanganku. Aku tidak melihat anak itu secara langsung sedang menjilat tanganku, aku hanya merasakannya seperti itu. Aku merasa agak jijik, tapi aku juga merasa ini adalah hal wajar sebagai bentuk permainanku dengan si anak itu. Kemudian tangan kiriku mulai meraba-raba wajah dari anak itu, entah ini maksudnya apa?ketika wajahnya tertutup oleh tanganku, kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri, menghindari wajahnya ditutup tanganku.

Sekarang aku berada di sebuah food court yang luas, duduk di kursi kayu, meletakkan tangan dan kepala di meja panjang yang ada di depanku. Duduk di depanku masih teman yang sama, si L. Tidak lama aku tiduran di meja aku berbincang-bincang dengan L. Entah apa yang aku bicarakan dengannya. Lalu aku pindah meja, pindahnya bukan dengan cara berjalan, tapi tiba-tiba saja aku sudah duduk di tempat yang baru (tapi masih di dalam food court yang sama). Di sini aku sempat mengatakan kepada L, "gw ngantuk, ngantuk banget" dan aku kembali meletakkan kepalaku di lipatan kedua tanganku yang bertumpu pada meja kayu.

Lokasi berubah lagi, aku sedang berjalan kaki menuju ke rumah. Sudah sangat dekat dari rumah, keadaan sekitarpun sudah aku kenali. Sekitar 100 meter dari rumah. Anehnya aku merasa seperti di pandu oleh dua orang yang ada di depanku, keduanya adalah laki-laki. Yang tepat di depanku sepertinya memakai celana panjang seragam SMA, bajunya aku tidak tahu. Dan yang berada di paling depan aku tidak tahu dia memakai apa. Sudut pandangku bukan melihat punggung kedua orang itu, tapi aku melihat mereka dari arah sebelah kanan mereka. Aku tidak melihat diriku berada di belakang kedua orang itu, tapi merasa aku berada di belakang mereka. Tiba-tiba aku melihat orang yang memakai celana SMA tidak ada badan dan kepalanya, kakinya terus melangkah. Aku melihat ke orang di depannya, kakinya yang tidak ada, hanya ada kepala dan badannya dia menengok ke arahku kemudian tertawa. Kembali aku melihat ke orang yang memakai celana SMA, dia sudah tidak ada lagi. Entah kenapa aku merasa, bahwa aku sendiri yang membuat si celana SMA menghilang dan orang yang di depannya kakinya hilang. Dan cara yang kupercayai itu juga tidak masuk akal, aku merasa memakan orang itu. KRES seperti makan krupuk dan sebagian kerupuk hilang, seperti itulah.

Jalan menuju rumah semakin dekat, aku sudah tiba di depan gang rumah. Akupun tersadar kalau aku sudah sendirian. Entah pergi ke mana si orang tanpa kaki itu. Baru berjalan beberapa meter, kira-kira melewati dua rumah aku tidak bisa melanjutkan untuk masuk. Seperti ada tembok transparan yang menghalangiku. Dan aku merasa seperti mau terpental ke belakang, akhirnya aku memutuskan untuk memasrahkan diri. Secara perlahan aku terangkat dari tanah (kira-kira 30 cm), merasa tertarik ke belakang beberapa meter dan kemudian tarikan itu berhenti dan aku diam dengan keadaan mengambang. Ingin maju tidak bisa, ingin mundur pun tidak bisa. Di sini aku sadar, kalau aku sedang berada di dalam mimpi. Beberapa hari yang lalu aku baru membaca artikel-artikel tentang lucid dream dan di artikel itu dikatan perlunya utk melakukan reality check. Dalam keadaan mengambang dan diam di tempat itu, aku menutup hidungku (memencet hidung). Cukup susah untuk mengangkat tangan kananku sampai ke hidung, karena rasanya sangat lemas, seperti tidak ada tenaga untuk mengangkat tangan. Setelah hidung ditutup, kemudian aku membuang nafas sekuat mungkin dari hidung (seperti mau membuang ingus), dan hasilnya adalah aku tetap bisa mengeluarkan nafas! Dari artikel yang aku baca, ini artinya aku benar-benar berada di dalam mimpi. Setelah aku melakukan reality check, aku menyadari satu hal aneh lagi, jari-jari tangan kananku membengkak.

Cukup terkejut aku dengan hasil dari reality check yang aku lakukan. Aku langsung berpikir ingin terbang haha... Dari yang aku baca, aku harus mulai melompat-lompat kecil terlebih dahulu. Aku langsung coba praktekkan itu, tapi tetap saja tidak bisa. Aku masih mengambang dan tidak bisa bergerak maju ataupun mundur. Aku ingin keluar dari keadaan seperti ini, aku melihat di sebelah kiriku ada beberapa helai pakaian (entah itu jaket atau kemeja atau kaus) berwarna hitam. Aku ingin meraih pakaian itu dan aku jadikan alat untuk membuatku bisa bergerak mundur. Tapi tangan kiriku tidak diangkat lebih tinggi dari pinggangku, sangat tidak bertenaga tangan kiriku. Kemudian aku mulai merasakan takut, "waduh ini gimana kalau kejebak begini terus?" Tidak sampai 10 detik aku tersadar dari mimpi dengan membelokkan kepalaku ke arah kanan secara cepat dan mata masih tetap terpejam.

Ini pengalaman pertamaku melakukan reality check di dalam mimpi.

Thursday, February 21, 2013

Siang Hari di Markas Besar (180213)

Siang Hari di Markas Besar (180213)

Sendiri menyedihkan
Dilupakan menyakitkan

Kotak kayu kembali terbuka
Memori indah yang samar-samar

Ucapan selamat ulang tahun
Tersapu oleh ombak

Langit runtuh
Bumi menganga

Hanya satu, hanya satu
Setitik partikel melawan semesta

Nyata tapi tanpa makna
Air mata mengering di sana

Tanpa tanda, muncul
Tanpa malu, pergi

Ichi, Ichi
Kelinci berduka

Tuesday, November 27, 2012

Aku di'serang'!

Mungkin benar angka 13 adalah angka yang bisa membawa kesialan. Tepat dua minggu yang lalu (13 November 2012) aku mengalami sesuatu yang tidak mengenakkan bagiku, kejadian ini merupakan sebuah 'serangan', dan 'serangan' ini  membuatku merasa takut, ngeri, seram dan jadi berpikir yang aneh-aneh. Mau tau apa yang terjadi dua minggu lalu?baiklah, jadi begini ceritanya...

Seperti hari-hari biasa saat mau pergi terapi, ketika baru bangun tidur (setelah semua nyawa berkumpul) aku langsung makan, mandi. Intinya ya siap-siaplah. Semuanya berjalan seperti biasa, seperti hari-hari biasa ketika mau pergi terapi. Begitu juga dengan jalanan di Jakarta yang masih tetap konsisten dengan 'trademark'nya, yaitu macet. Aku sedikit terjebak macet, cukup memakan habis waktuku. Ini membuatku akan sedikit terlambat, apalagi ketika baru jalan aku menerima sms dari klinik tempat terapi, mereka memintaku untuk datang lebih awal. Aku tidak yakin bisa datang lebih awal dari biasanya, karena jadwal berangkatku tidak dirancang untuk datang lebih awal. Jadi intinya adalah salah mereka karena mereka baru sms ketika aku baru berangkat hehe...

Tepat sesuai yang aku perkirakan, aku sampai di klinik pada waktu yang seperti biasanya. Di sana sudah ada satu orang pasien yang telah menunggu. Katanya sudah dari jam 6 menunggu di sana, aneh ini orangnya. Bagaimana tidak aneh, terapi mulai jam 8, tapi jam 6 sudah sampai, padahal rumahnya tidak begitu jauh dari klinik. Di perjalanan aku berpikir akan menjadi pasien terakhir yang datang (sudah ditunggu-tunggu pasien lain), kenyataannya adalah aku harus menunggu lagi kira-kira 30 menit baru kemudian terapi bisa dimulai.

Aku masuk ke dalam tabung tempat terapinya (berebntuk seperti kapal selam), kemudian duduk, pintu ditutup dan tabung mulai diberikan penekanan udara, efeknya adalah telinga akan jadi sedikit budeg (seperti pada saat naik pesawat). Semuanya berjalan seperti biasa, tidak ada apa-apa. Sekitar 5 menit setelah tekanan diberikan, tiba-tiba aku merasakan gejala-gejala yang aku ketahui seperti mau pingsan: mata kunang-kunang, dada terasa nyesek, merasakan sensasi kesemutan hampir di seluruh tubuh. Hal pertama yang aku lakukan adalah segera duduk agak lebih selonjor, berdoa berharap sensasi yang aku rasakan segera hilang. Tapi aku seperti tidak merasakan perubahan, yang ada aku merasa semakin sakit di bagian dada, tepat di tengah (ulu hati ya mungkin disebutnya), sempat mencoba bertahan sebentar tapi akhirnya aku menyerah. Aku memanggil petugas yang menemani di dalam tabung, dan mengeluhkan tentang dadaku yang sakit.

Petugas bertanya, "sesek ga nafasnya mas Hendry?" Aku tidak tahu apa yang aku rasakan saat itu, aku hanya menjawab, "dada saya sakit pak" kemudian petugas menghentikan sementara penekan yang diberikan ke dalam tabung. Tekanan berhenti, rasa sakit di dadaku perlahan-lahan berkurang. Oh ya, rasa sakit yang aku alami bila aku gambarkan mungkin rasanya seperti dadanya ditekan oleh sesuatu yang berat, ditekan terus terus dan terus. Setelah aku sudah agak lebih baik, penekanan kembali dilanjutkan perlahan-perlahan. Akibat dari 'serangan' tadi aku tidak bisa menarik nafas dengan bebas, aku tidak bisa bernafas dengan normal. Jika aku menarik nafas agak dalam sedikit, dada sebelah kananku akan terasa ngilu. Di dalam tabung terapi itu diberikan sebuah masker yang terhubung dengan oksigen murni, proses terapi adalah dengan menghirup oksigen tersebut sampai terapi selesai. Karena aku tidak bisa bernafas normal, akhirnya aku mengambil nafas pendek-pendek untuk menghrup oksigen itu. Beruntung aku bisa menyelesaikan terapi pada akhirnya, terapi kira-kira berjalan 90 menit.

Terapi selesai, tapi tidak dengan sakit di dadaku itu. Aku masih tetap tidak bisa bernafas seperti biasanya sampai besok sorenya. Jadi, dari mulai selesai terapi sampai besok sorenya aku tidak bisa bernafas normal (jadi harus pendek-pendek menarik nafasnya), walaupun begitu intensitas sakit + ngilunya terus berkurang dan akhirnya bisa hilang.

Di awal tadi aku mengatakan kalau 'serangan' ini membuatku berpikir yang aneh-aneh. Yang aku muncul di dalam imajinasiku pada saat 'serangan' itu adalah semua akan terasa gelap dan tiba-tiba aku sudah di rumah sakit. Imajinasi kedua: terapi dihentikan, dan aku harus ditandu karena tidak bisa berjalan (mengalami kunang-kunang, kaki terasa lemas). Ya tapi itu semua hanya imajinasiku. Kenyataannya adalah aku tetap bisa menjalani terapi sampai selesai meskipun sedikit tidak nyaman.

Ya harapanku besok-besok pada saat terapi, aku tidak akan pernah mengalami hal yang seperti di atas tadi, jangan pernah lagi! Amin...

Friday, November 02, 2012

Bertemu dengan orang baik...

Hari ini aku pulang sore dari kampus, karena hari ini aku diwawancara. Katanya sih nanti mau dimasukkin di majalah UNIC-UPH.

Jadi begini ceritanya, waktu hari jumat 22 januari 2010, ada seseorang yang tidak dikenal meng-SMS saya dan ditanya apa aku mau di wawancara untuk masuk ke majalah UNIC-UPH, tanpa berpikir panjang aku langsung jawab ok. Setelah aku bilang ok, rasa penasaranku baru muncul... aneh memang...

Aku bertanya, "dalam rangka apa ya saya di wawancara?" kemudia ia membalas smsku dengan balasan yang cukup panjang. Intinya adalah karena ia mendapat tugas untuk mewawancari orang yang memiliki kekurangan fisik tapi berdampak positif bagi orang sekitar. Jujur dalam hati aku kaget, dalam hati aku bilang "apa iya aku berdampak positif?" "aku merasa aku tidak berdampak apa-apa bagi orang sekitar, yang ada juga merepotkan."

Singkat cerita, tanggal 26 Januari 2010 aku membuat janji dengan dia untuk bertemu, jam 3 di gedung B lantai 4 di depan ruang 433. Pertama kali aku lihat dia, aku tidak tahu kenapa aku bisa bilang kalau dia orang yang baik. Di tambah dengan pembicaraan yang dilakukan semakin mengukuhkan lagi kalau dia memang orang yang baik, sangaat baik...

Hari ini adalah ..................................

260110

Thursday, September 13, 2012

Ontario?

Cerita berawal dari sebuah tempat yang agak gelap, hanya terkena sinar matahari dari jendela-jendela dan pintu-pintu yang terbuka. Tempat itu terdiri beberapa ruangan. Aku berdiri dan sedikit kebingungan, "di mana aku sekarang?" Itulah pertanyaan yang terlintas dalam pikiranku. Belakangan aku baru tahu bahwa aku sedang berada di rumah sakit. Di sekitar tidak begitu banyak orang, tetapi memang terlihat cukup sibuk. Tidak ada yang satu orangpun yang menyapaku di sana.

Kemudian aku melihat seorang pria bertubuh besar agak gemuk dan tinggi, aku tidak ingat warna rambut dan warna kulitnya. Yang bisa aku ingat orang itu bukan seorang indonesia, karena dia bule. Pria itu keluar dengan agak tergesa-gesa dari salah satu ruangan yang ada di tempat itu, di sebelahnya aku melihat seorang anak kecil sekitar berumur 10 tahun terbaring di sebuah ranjang dorong. Aku tidak ingat pria itu berbicara dengan menggunakan bahasa apa, dari cara bicaranya aku menyimpulkan bahwa mereka adalah ayah dan anak, tapi anak yang sedang tidur di ranjang dorong adalah orang indonesia. Anak itu memang tidak berbicara, tapi aku melihat dari ciri-ciri fisiknya saja. Aneh juga...

Tiba-tiba saya sudah berada di ruang tunggu sebuah penginapan, sepertinya ini adalah tempat menginap rumah sakit. Aku tidak tahu bagaimana caranya aku bisa tiba di tempat ini, hanya saja aku meyakini bahwa aku mengikuti pria bule tadi hingga akhirnya sampai di sini. Di tempat ini suasana berbeda, aku merasa lebih kenali karena ada seorang ibu-ibu yang orang indonesia juga, bertubuh agak gemuk. Anehnya, dia sedang berbicara dengan ibuku, aku lupa apa yang mereka bicarakan. Yang aku ingat aku bertanya kepada ibuku, "mi, ini di mana?" Ibuku menjawab dengan ogah-ogahan, sambil ngeloyor pergi dia menjawab, "inggris". Aku sedikit tidak yakin dengan jawaban itu, aku memandang itu gemuk itu dan dia langsung mengatakan, "ini di ontario." Aku kaget, "ontario kanada?" Ibu itu menjawab, "ya".

Sekarang aku sedang berjalan di tengah keramaian. Dan seperti biasa aku tidak tau bagaimana caranya aku bisa berada di sini. Aku meyakininya bahwa aku di ajak keluar dari ruang tunggu tadi oleh ibu gemuk itu, karena sekarang dia sedang berjalan di sampingku. Aku sedikit bingung, jika ruang tunggu tadi adalah tempat menginap di rumah sakit kenapa suasana di luarnya seperti ini? Keadaan di tempat aku berada ini sangat ramai orang lalu-lalang. Sepertinya ini adalah tempat wisata, apalagi ditambah jalanan yang aku injak ini ada ubinnya (jadi seperti di dufan). "Enaknya di sini walaupun siang tetep adem ya bu." Kataku kepada si ibu gemuk. "Masa?" Katanya. Hanya percakapan itu yang aku ingat.

Suasana pindah lagi, aku duduk disebuah kursi panjang (kursi baso). Di depanku sebuah meja. Aku sedang berada di pantai. Di sebelah kananku adalah ibuku, di sebelah kanan ibuku adalah anak yang pertama kali aku lihat terbaring di ranjang dorong dan ayahku ada di belakangnya anak itu (karena kursi panjangnya membentuk huruf L). Di sebelah kananku ada sebuah pertunjukkan dari beberapa orang, entah itu pertunjukkan apa. Seperti cheerleader, orang-orang itu berdiri di bahu orang yang dibawahnya sampai 3 tingkat. Pertama kali aku melihat itu, aku tidak tahu mereka siapa. Akhirnya aku sadar juga kalau mereka adalah TNI AL indonesia, aku mengenali seragam mereka. Aku sempat memfoto atraksi tersebut dengan menggunakan handphone. Aku tidak ingat percakapan yang terjadi di sana, aku hanya tahu bahwa kami menginap di sebuah kamar dengan biaya 2 juta rupah/malam.

Sepertinya banyak hal yang tidak bisa aku ingat lagi dari mimpi semalam. Berikut adalah sepotong kecil (kalau yang di atas bisa dikatakan utuh :)) kejadian yang masih bisa aku ingat:

1. Sepertinya aku baru pulang dari pantai tadi dan suasana sudah cukup gelap seperti maghrib, aku melihat jam tangan ternyata baru jam 5:15. Aku berkata, "di sini cepet gelapnya ya." Entah aku berkata kepada siapa itu.

2. Sampai di depan penginapan tadi aku melihat ayahku menelepon dengan handphonenya yang biasa, dan aku tahu kalau dia belum mengganti sim card yang biasa digunakan di indonesia., kemudian aku melihat sinyal di handphoneku tidak ada sama sekali.

3. Ibuku berteriak memanggil anak yang pertama kali aku temui dan mengambil sebotol anggur merah dari anak itu. Kemudian ibuku menuangkannya ke dalam tiga gelas. Satu gelas untuk ayahku, satu gelas untuk ibuku, satu gelas untuk aku. Langsung aku minum anggur tersebut dan rasanya enak, manis tapi di tenggorokan terasa panas (aku lupa rasa anggur merah yang sebenarnya, seingatku pahit).

4. Ini adalah hal yang paling tidak bisa aku ingat. Adikku ada di dalam mimpi itu. Dia datang terlambat ke ontario, tapi aku tidak ingat apa yang dia lakukan, apa yang dia bicarakan atau minimal peran apa dia di mimpi itu. Aku tidak ingat.

Sunday, February 19, 2012

Bahagia? (040212)

Bahagia? (040212)

Aku merasa sendiri
Meskipun ada kamu, dia dan mereka
Aku tetap merasa sepi

Hanya sedikit suara yang kudengar
Hanya sedikit makna yang kupahami
Semua begitu tersembunyi

Penuh rahasia disekitarku
Berjuta tanda yang tidak mungkin aku mengerti
Tidak! Dunia kejam!

Bersama siapakah aku sekarang?
Tidakkah ada seorang di sini?
Aku lupa rasanya sakit...

Kosong, kosong dan kosong
Hampa, hampa dan hampa
Sepi, sepi dan sepi

Apakah ini yang namanya bahagia?

Tuesday, January 31, 2012

Hari perpisahan

Hari ini bagiku adalah bukan hari yang biasa. Aku tidak tahu ini hari yang menyenangkan atau hari yang menyedihkan? Hari yang baik atau yang buruk? Aku juga tidak tahu. Yang jelas hari ini bukanlah hari yang biasa dari biasanya.

Jam di kamarku menunjukkan pukul 9:15, tidak perlu perlu lagi aku berpikir untuk memilih pakaian apa yang akan aku kenakan untuk pergi ke kampus hari ini. Karena semuanya sudah terpikirkan sejak dari malam harinya. Celana jeans biru, dekker di kaki kiri serta sabuk dan jam tangan yang biasa kugunakan ke manapun aku pergi (aku tidak mau menyebut barang-barang itu sebagai kesayangan, cukup yang biasa digunakan saja), selanjutnya kaos polos tanpa merk yang berwarna coklat k

opi yang baru beberapa minggu yang lau kubeli (harganya dua puluh empat ribu rupiah per buah – tidak penting).
Aku memiliki janji dengan dosenku (mantan dosen?) jam 10 pagi, tapi aku baru berangkat dari rumah jam setengah sepuluh. Akankah cukup waktu 30 menit dari jakarta ke karawaci? Sudah bisa kutebak, tidak bisa. Apalagi aku harus memompa ban mobil dulu, memang tidak membutuhkan waktu yang banyak, tapi rasanya waktu sesedikit itu sangat berharga bagi orang yang terlambat sepertiku.

Tepat sesuai yang tergambar dalam pikiranku bahwa kemacetan akan terjadi di jalan panjang, tepatnya pada saat menuruni jembatan. Kemacetan terjadi karena jalur yang menyempit (termakan oleh jalur bus transjakarta) ditambah adanya lampu merah. Tidak lagi terpikir olehku (tepatnya adikku, karena dia yang menyetir) untuk mengambil jalur milik bus transjakarta
lagi, karena kami berdua sudah pernah ditilang dan mengeluarkan biaya besar karena memilih slip biru (sial!). Pada saat melewati lampu merah, aku lihat di ujung jalan jalur bus transjakarta ada dua mobil yang di stop polisi. Tanpa terkendali aku berkata dalam hati, "aku juga pernah di posisi itu."

Sedikit kemacetan di depan RCTI (seperti biasa), mobilku segera meluncur di jalan tol jakarta-merak. Aku tidak tahu berapa kecepatan mobilku, tetapi beberapa kali aku minta sang sopir (adikku) untuk mengurangi kecepatan. Tidak dikurangi juga memang kecepatannya, tapi aku hanya merasa lebih nyaman bila aku memintanya untuk mengurangi kecepatan laju mobilnya.

Sekitar jam setengah sebelas aku sudah duduk di tempat biasa aku menunggu datangnya sang pengantar (disebut juga sang sopir) dari tempat parkir. Tahun lalu, hampir setiap hari ketika aku baru sampai
kampus selalu menunggu di tempat itu. Aku menyebutnya "di depan gedung A" (walaupun sepertinya sekarang lebih populer disebut "times", nama sebuah toko buku yang ada di gedung A). Tempat yang sama tapi pemandangan yang berubah. Memang di depanku tetap terlihat taman kecil sebagai hiasan gedung, dua pilar gedung A, mobil sedan, dan gedung B. Namun kali ini ada yang berbeda, yang pertama kali menarik perhatianku adalah mobil sedan yang hampir selalu terparkir di depan pintu masuk gedung A itu. Warnanya berubah! Menurut penglihatanku sekarang warnanya abu-abu, menurut ingatanku dulu warnanya hitam mengkilat. "Mungkin karena hujan, jadi berdebu?" tanyaku dalam hati.

Selain mobil sedan itu, pemandangan yang lain adalah gedung B. Bukan gedung B yang bertransformasi, ta
pi gedung B yang bermetastasi haha... Seperti tumor yang menyebar, begitulah gedung B menyebar (memperluas) dirinya. Tidak lagi kulihat rumput-rumput hijau di sekitar gedung B. Yang kulihat adalah rangka bangunan (sepertinya) tingkat lima yang masih terus akan memperindah diri.

Aku tiba di lantai tiga kira-kira jam 10:45 aku sudah berdiri depan kantor jurusan. Sebelumnya aku disambut oleh temanku yang sama-sama mau bertemu dengan ibu dosen (mantan dosen?), dan ternyata dia sudah sempat bertemu lebih dulu (wajarlah aku telat sekitar 45 menit dari jadwal dan dia sudah sampai di sana 30 menit sebelum aku dating). Kantor jurusan masih sama seperti beberapa bulan lalu, tapi ada yang berbeda. Jadi ya mungkin mirip-mirip serupa tapi tak sama hehe…

Sekarang tidak bisa seperti dulu lagi, mau bertemu dosen atau orang yang ada di dalam kantor harus melalu telepon. (hal ini sudah aku alami ketika aku memasuki kantor jurusan psikologi tiga semester yang lalu). Pintu kantor tertutup rapat. Dulu juga begitu, tapi kadang terbuka, aku tidak tahu bagaimana sekarang. Dan di depan pintu kaca transparan itu masih tetap tertempel kertas pengumuman yang dilaminating. Aku tidak begitu memperhatikan pengumuman itu, karena sepertinya tulisan itu masih sama seperti dulu, yang intinya adalah mahasiswa dilarang masuk. Mungkin yang membedakannya sekarang adalah
kertasnya sekarang berwarna kuning dengan tinta hitam, terakhir aku melihatnya kertas putih dengan tinta hitam.

Sekitar lima atau sepuluh menit (aku lupa) menunggu di luar kantor, akhirnya aku masuk. Lagi-lagi tidak seperti biasanya ibu dosen (mantan dosen?) menjulurkan tangannya terlebih dahulu untuk bersalaman, dan tanpa pikir panjang aku langsung menggenggam tangan kanan bu dosen dengan tangan kananku (atau sebaliknya?). Pertanyaan pertama yang kudengar adalah, "gimana kegiatan kamu sekarang?main bursa?" Aku bingung lalu bertanya, "bursa, bursa saham bu?" Ibu dosen menjawab, "iya" disambut dengan tawa darinya, dariku dan temanku. Aku sempat bingung mengapa
aku ditanya seperti itu, dan aku menyimpulkan itu hanya gurauan belaka. Tapi pada kenyataannya itu adalah sesuatu yang serius, karena aku mendengar lagi hal yang sama untuk kedua kalinya, "kamu main saham aja lah hendry". Ya, aku tahu sekarang bahwa ini adalah hal yang serius. Intinya adalah dengan bermain saham seperti itu aku tidak perlu banyak bergerak untuk mencari uang.

Kira-kira 15 menit kami bertiga berbicara, cukup banyak yang dibicarakan. Meskipun harus kuakui ada beberapa momen di mana kami bertiga diam tidak ada kata, tapi aku tetap harus jujur mengatakan kalau percakapan itu menyenangkan. "Kalo ga kamu nulis buku, terus diterbitin di gramed." Itu kata ibu dosen (mantan dosen?) Ya, ibu dosen
(mantan dosen?) memang tau aku suka menulis. Entah darimana dia tahu, sepertinya aku pernah mengungkapkannya hanya saja aku yang lupa. Ingin aku menjawab, "ga tau bu mau nulis apa." "Nulis apa?" Tapi aku putuskan untuk menyimpan suara saja. Harus kuberitahu satu hal, mengapa? karena aku ingin memberitahunya hehe. Di dalam percakapan itu aku tidak banyak berbicara, lebih banyak mendengar dan berbicara ketika ditanya. Aku tidak sadar kalau aku bersikap seperti itu, pada saat perjalanan pulanglah baru aku menyadarinya.

Bagiku di akhir pertemuan adalah yang paling berkesan....

Setelah selesai berbincang-bincang, lalu saya berkata begini, "bu, saya boleh foto bareng sama ibu?buat kenang-kenangan" ya, seperti yang sudah aku perkirakan, ibu dosen (mantan dosen?) pasti mau. Tiga kali sesi pemotretan sukses dilakukan haha. Yang pertama foto bertiga, yang kedua aku foto berdua dengan ibu dosen (mantan dosen?), yang ketiga temanku foto dengan ibu dosen (mantan dosen?). Pengambilan foto tepat di depan pintu kantor jurusan. Pada bagian inilah yang kumaksud paling berkesan, yaitu ketika ibu dosen (mantan dosen?) Berkata, "kalian baik-baik yah" "kalau ada apa-apa kontek-kontek aja." dengan nada bicara yang lembut dan ramah, aku terima ucapan itu dengan hati yang damai dan tenteram. Bukan maksud hiperbola, memang begitu adanya. Aku tahu ibu dosen (mantan dosen?) adalah orang yang baik, bahkan sangat baik. Dia adalah salah satu dari dua dosen di jurusan yang sangat aku kagumi, hormati dan banggakan. Bapak (mantan) dekan dan ibu dosen (mantan dosen?) sendiri. Rasanya tidak berlebihan jika aku bermimpi bisa memiliki sikap seperti mereka.

Dan lagi-lagi pada saat perjalanan pulang jugalah aku baru ingat akan sesuatu hal. Sesuatu hal penting yang ingin aku ungkapkan. Kalau aku tidak salah ingat, aku menyiapkan hal ini ketika aku menerima kado dari ibu dosen (mantan dosen?) sebagai ucapan selamat atas kelulusanku, tepatnya tanggal 2 Desember 2011 satu hari sebelum aku diwisuda. Mungkin ini adalah hal biasa bagi sebagian orang, tapi ini merupakan sesuatu yang berharga, karena aku ingin melakukannya dengan tulus. Bisa ditebak apa?ya, ucapan terima kasih dan permintaan maaf. Terima kasih atas ilmu yang diberikan dan maaf atas kesalahan-kesalahan yang sudah aku buat. Selain itu tanpa aku harus berpikir lagi, kalimat ucapan itu langsung terangkai secara otomatis di dalam kepalaku, "bu, terima kasih ya udah ngajarin saya. Saya juga minta maap bu kalau suka buat ibu marah." Ya, itulah kalimat yang dengan sendirinya muncul di kepalaku.

Pada kenyataannya aku tidak pernah mengucapkan kalimat itu kepada ibu dosen (mantan dosen?) ketika aku bertemu dengannya. Karena aku lupa!!! Setidaknya aku mau mengucapkan di sini saja. Mungkin tidak terbaca hari ini, besok atau tahun ini, 10 tahun yang ada dating siapa tahu tidak sengaja terbaca? Semoga :)

"bu, terima kasih ya udah ngajarin saya. Saya juga minta maap bu kalau suka buat ibu marah."

Monday, January 30, 2012

Masa yang berhenti (291211)

Masa yang berhenti (291211)

Entah berapa lama aku berada di sini
Terjebak di dalam suatu masa
Tadinya kukira ini masa lalu, ternyata aku salah...
Masa ini kusebut masa yang berhenti

Berawal dari candu
Lalu aku overdosis!
Dan akhirnya aku 'mati'

Dunia menjadi diam, hampa, tawar dan sepi
Masa depan tak lagi bisa ku kecap
Masa lalu tak bisa lagi ku dengar

Aku kira sekarang aku berada di neraka
Jauh dari yang kutahu, yang katanya ada ratap dan kertak gigi serta api yang menyala-nyala
Di sini, tidak ada apa-apa

Tidak ada penyiksaan...
Tapi jiwaku terluka dan tak ada tanda akan sembuh
Tidak ada api yang membakar... Tapi hatiku selalu perih dan sakit seperti terbakar

Hey setan! Kumohon lepaskan aku...
Tidakkah kalian tahu aku sangat menderita di sini?
Aku memang sayang kalian semua, tapi aku tahu kalian semu

Kekasih masa depan, tolong selamatkan aku dari cengkeraman mereka
Peluklah aku sayang, jangan biarkan aku dirayu ilusi lagi

Friday, November 18, 2011

Gara-gara langit siang tadi

Hari ini adalah briefing pertama untuk pelaksanaan wisudaku tanggal 3 Desember nanti. Tidak aku sangka ternyata sangat ramai di ruangan briefing tadi, dan ternyata total kira-kira sekitar 400 orang lebih.

Setelah selesai briefing aku harus membeli satu buah tiket undangan tambahan supaya adikku bisa ikut masuk ke ruangan wisuda (karena setiap wisudawan hanya mendapat jatah dua undangan). Karena suasana yang ramai akhirnya aku tidak membeli tiket itu sendiri, tapi ibuku yang membelinya. Lalu aku bersama temanku menunggu di kantin kampus. Pengalaman yang ada di sinilah yang membuatku terdesak untuk menumpahkan tulisan ini.

Aku berjalan dari gedung briefing (yang disebut gedung D) selangkah demi selangkah menuju kantin (yang disebut food junction). Aku memilih kursi yang hampir paling dekat saja dari tempat masuk, tempat dudukku tepat menghadap lapangan basket.

Bukan lapangan basket yang mencuri perhatianku, tapi Perhatianku pertama kali justru tertuju pada dua orang (yang mungkin sepasang kekasih). Yang cowok duduk membelakangiku, dan yang cewek hampir berhadapan denganku (karena posisi meja yang agak serong, jadi tidak tepat berhadapan). Aku melihat si cewek itu sedang menulis sesuatu (mungkin mengerjakan tugas kampus).

Apa yang dilakukan kedua orang itu, terutama cewek itu. Membuat pikiranku bertanya-tanya kepada diri sendiri, "pernah ga lu kayak gitu?" Aku tahu pertanyaan ini bukan mengarah kepada tentang pacaran, tapi lebih kepada, "pernah ga lu nongkrong di kampus kayak gitu?" Belum sempat aku menjawab, muncul lagi pertanyaan lain, "nyesel ga lu ga pernah ngerasain gitu?" Aku akhirnya memilih untuk tidak menjawab kedua pertanyaan itu. Secara tak terkontrol pikiranku memberikan pernyataan, "seandai dulu suka nongkrong." "Ah sayang, masa-masa kuliah udah lewat."

Sempat timbul pernyataan lain, "ah sayang gw ga bisa bawa mobil sendiri sih" "ah sayang sekarang kakinya begini sih" kemudian muncul lagi pernyataan lain, "kok gw jadi galau?" Entah kenapa di dalam diriku muncul hal-hal seperti itu, dan sejujurnya tadi aku ingin sekali rasanya untuk mengulang waktu kembali ke masa di mana aku masih kuliah. Rasanya aku ingin sekali membuat masa kuliahku lebih 'menyenangkan'

Kuliah-pulang, kuliah-pulang (kupu-kupu) itulah rutinitasku pada saat kuliah. Di satu sisi aku menyesali keadaan yang aku alami, dalam arti, "mengapa aku harus menjadi 'kupu-kupu'?" Tapi aku juga tidak mau menganggap apa yang aku alami adalah sebuah kegagalan, dan aku cenderung mengatakan, "tidak ada yang sia-sia dengan apa yang terjadi dalam hidupku"

Aku bingung kenapa tiba-tiba aku jadi terpikir hal-hal seperti itu. Mungkin suasana 'perpisahan' yang semakin dekat turut melakukan intervensi terhadap diriku. Selain itu entah kenapa suasana langit siang tadi membuatku merasa nyaman (meskipun akhirnya menghasilkan pemikiran yang kurang nyaman), tapi aku merasakan sesuatu yang nyaman dan keadaan langit itu pun membuatku bertanya lagi, "bisa ga ngerasain kayak gini lagi?"

Hahahaha... Hari penuh kegalauan, terlalu banyak pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari diriku sendiri. Dengan kejadian siang tadi, membuatku menjadi semakin percaya bahwa suasana tempat yang berbeda sangat mempengaruhi pemikiranku dan perasaanku. Dan hal ini juga memperanakkan sebuah pertanyaan lagi, "kapan aku bisa pergi sendirian ke tempat baru dan mulai menulis?" :)

Oh ya, aku mau mencoba untuk menggambarkan bagaimana keadaan langit siang tadi. Langit siang tadi di kampus pada saat selesai briefing sangat bersahabat. Makhluk itu tidak menyengat kulitku, dan tidak juga terlalu membekap matahari. Aku merasa langit itu menjadi lembut. Seperti melihat langit normal yang diselimuti kabut tipis, mungkin itu kalimat yang paling menggambarkan suasana tadi. Di akhir tulisan aku ingin mengucapkan terima kasih kepada langit siang tadi. "Hai langit, terima kasih." :)

Ditulis pada hari Kamis, 17 November 2011, selesai pada jam 23:04:48