Tuesday, January 31, 2012

Hari perpisahan

Hari ini bagiku adalah bukan hari yang biasa. Aku tidak tahu ini hari yang menyenangkan atau hari yang menyedihkan? Hari yang baik atau yang buruk? Aku juga tidak tahu. Yang jelas hari ini bukanlah hari yang biasa dari biasanya.

Jam di kamarku menunjukkan pukul 9:15, tidak perlu perlu lagi aku berpikir untuk memilih pakaian apa yang akan aku kenakan untuk pergi ke kampus hari ini. Karena semuanya sudah terpikirkan sejak dari malam harinya. Celana jeans biru, dekker di kaki kiri serta sabuk dan jam tangan yang biasa kugunakan ke manapun aku pergi (aku tidak mau menyebut barang-barang itu sebagai kesayangan, cukup yang biasa digunakan saja), selanjutnya kaos polos tanpa merk yang berwarna coklat k

opi yang baru beberapa minggu yang lau kubeli (harganya dua puluh empat ribu rupiah per buah – tidak penting).
Aku memiliki janji dengan dosenku (mantan dosen?) jam 10 pagi, tapi aku baru berangkat dari rumah jam setengah sepuluh. Akankah cukup waktu 30 menit dari jakarta ke karawaci? Sudah bisa kutebak, tidak bisa. Apalagi aku harus memompa ban mobil dulu, memang tidak membutuhkan waktu yang banyak, tapi rasanya waktu sesedikit itu sangat berharga bagi orang yang terlambat sepertiku.

Tepat sesuai yang tergambar dalam pikiranku bahwa kemacetan akan terjadi di jalan panjang, tepatnya pada saat menuruni jembatan. Kemacetan terjadi karena jalur yang menyempit (termakan oleh jalur bus transjakarta) ditambah adanya lampu merah. Tidak lagi terpikir olehku (tepatnya adikku, karena dia yang menyetir) untuk mengambil jalur milik bus transjakarta
lagi, karena kami berdua sudah pernah ditilang dan mengeluarkan biaya besar karena memilih slip biru (sial!). Pada saat melewati lampu merah, aku lihat di ujung jalan jalur bus transjakarta ada dua mobil yang di stop polisi. Tanpa terkendali aku berkata dalam hati, "aku juga pernah di posisi itu."

Sedikit kemacetan di depan RCTI (seperti biasa), mobilku segera meluncur di jalan tol jakarta-merak. Aku tidak tahu berapa kecepatan mobilku, tetapi beberapa kali aku minta sang sopir (adikku) untuk mengurangi kecepatan. Tidak dikurangi juga memang kecepatannya, tapi aku hanya merasa lebih nyaman bila aku memintanya untuk mengurangi kecepatan laju mobilnya.

Sekitar jam setengah sebelas aku sudah duduk di tempat biasa aku menunggu datangnya sang pengantar (disebut juga sang sopir) dari tempat parkir. Tahun lalu, hampir setiap hari ketika aku baru sampai
kampus selalu menunggu di tempat itu. Aku menyebutnya "di depan gedung A" (walaupun sepertinya sekarang lebih populer disebut "times", nama sebuah toko buku yang ada di gedung A). Tempat yang sama tapi pemandangan yang berubah. Memang di depanku tetap terlihat taman kecil sebagai hiasan gedung, dua pilar gedung A, mobil sedan, dan gedung B. Namun kali ini ada yang berbeda, yang pertama kali menarik perhatianku adalah mobil sedan yang hampir selalu terparkir di depan pintu masuk gedung A itu. Warnanya berubah! Menurut penglihatanku sekarang warnanya abu-abu, menurut ingatanku dulu warnanya hitam mengkilat. "Mungkin karena hujan, jadi berdebu?" tanyaku dalam hati.

Selain mobil sedan itu, pemandangan yang lain adalah gedung B. Bukan gedung B yang bertransformasi, ta
pi gedung B yang bermetastasi haha... Seperti tumor yang menyebar, begitulah gedung B menyebar (memperluas) dirinya. Tidak lagi kulihat rumput-rumput hijau di sekitar gedung B. Yang kulihat adalah rangka bangunan (sepertinya) tingkat lima yang masih terus akan memperindah diri.

Aku tiba di lantai tiga kira-kira jam 10:45 aku sudah berdiri depan kantor jurusan. Sebelumnya aku disambut oleh temanku yang sama-sama mau bertemu dengan ibu dosen (mantan dosen?), dan ternyata dia sudah sempat bertemu lebih dulu (wajarlah aku telat sekitar 45 menit dari jadwal dan dia sudah sampai di sana 30 menit sebelum aku dating). Kantor jurusan masih sama seperti beberapa bulan lalu, tapi ada yang berbeda. Jadi ya mungkin mirip-mirip serupa tapi tak sama hehe…

Sekarang tidak bisa seperti dulu lagi, mau bertemu dosen atau orang yang ada di dalam kantor harus melalu telepon. (hal ini sudah aku alami ketika aku memasuki kantor jurusan psikologi tiga semester yang lalu). Pintu kantor tertutup rapat. Dulu juga begitu, tapi kadang terbuka, aku tidak tahu bagaimana sekarang. Dan di depan pintu kaca transparan itu masih tetap tertempel kertas pengumuman yang dilaminating. Aku tidak begitu memperhatikan pengumuman itu, karena sepertinya tulisan itu masih sama seperti dulu, yang intinya adalah mahasiswa dilarang masuk. Mungkin yang membedakannya sekarang adalah
kertasnya sekarang berwarna kuning dengan tinta hitam, terakhir aku melihatnya kertas putih dengan tinta hitam.

Sekitar lima atau sepuluh menit (aku lupa) menunggu di luar kantor, akhirnya aku masuk. Lagi-lagi tidak seperti biasanya ibu dosen (mantan dosen?) menjulurkan tangannya terlebih dahulu untuk bersalaman, dan tanpa pikir panjang aku langsung menggenggam tangan kanan bu dosen dengan tangan kananku (atau sebaliknya?). Pertanyaan pertama yang kudengar adalah, "gimana kegiatan kamu sekarang?main bursa?" Aku bingung lalu bertanya, "bursa, bursa saham bu?" Ibu dosen menjawab, "iya" disambut dengan tawa darinya, dariku dan temanku. Aku sempat bingung mengapa
aku ditanya seperti itu, dan aku menyimpulkan itu hanya gurauan belaka. Tapi pada kenyataannya itu adalah sesuatu yang serius, karena aku mendengar lagi hal yang sama untuk kedua kalinya, "kamu main saham aja lah hendry". Ya, aku tahu sekarang bahwa ini adalah hal yang serius. Intinya adalah dengan bermain saham seperti itu aku tidak perlu banyak bergerak untuk mencari uang.

Kira-kira 15 menit kami bertiga berbicara, cukup banyak yang dibicarakan. Meskipun harus kuakui ada beberapa momen di mana kami bertiga diam tidak ada kata, tapi aku tetap harus jujur mengatakan kalau percakapan itu menyenangkan. "Kalo ga kamu nulis buku, terus diterbitin di gramed." Itu kata ibu dosen (mantan dosen?) Ya, ibu dosen
(mantan dosen?) memang tau aku suka menulis. Entah darimana dia tahu, sepertinya aku pernah mengungkapkannya hanya saja aku yang lupa. Ingin aku menjawab, "ga tau bu mau nulis apa." "Nulis apa?" Tapi aku putuskan untuk menyimpan suara saja. Harus kuberitahu satu hal, mengapa? karena aku ingin memberitahunya hehe. Di dalam percakapan itu aku tidak banyak berbicara, lebih banyak mendengar dan berbicara ketika ditanya. Aku tidak sadar kalau aku bersikap seperti itu, pada saat perjalanan pulanglah baru aku menyadarinya.

Bagiku di akhir pertemuan adalah yang paling berkesan....

Setelah selesai berbincang-bincang, lalu saya berkata begini, "bu, saya boleh foto bareng sama ibu?buat kenang-kenangan" ya, seperti yang sudah aku perkirakan, ibu dosen (mantan dosen?) pasti mau. Tiga kali sesi pemotretan sukses dilakukan haha. Yang pertama foto bertiga, yang kedua aku foto berdua dengan ibu dosen (mantan dosen?), yang ketiga temanku foto dengan ibu dosen (mantan dosen?). Pengambilan foto tepat di depan pintu kantor jurusan. Pada bagian inilah yang kumaksud paling berkesan, yaitu ketika ibu dosen (mantan dosen?) Berkata, "kalian baik-baik yah" "kalau ada apa-apa kontek-kontek aja." dengan nada bicara yang lembut dan ramah, aku terima ucapan itu dengan hati yang damai dan tenteram. Bukan maksud hiperbola, memang begitu adanya. Aku tahu ibu dosen (mantan dosen?) adalah orang yang baik, bahkan sangat baik. Dia adalah salah satu dari dua dosen di jurusan yang sangat aku kagumi, hormati dan banggakan. Bapak (mantan) dekan dan ibu dosen (mantan dosen?) sendiri. Rasanya tidak berlebihan jika aku bermimpi bisa memiliki sikap seperti mereka.

Dan lagi-lagi pada saat perjalanan pulang jugalah aku baru ingat akan sesuatu hal. Sesuatu hal penting yang ingin aku ungkapkan. Kalau aku tidak salah ingat, aku menyiapkan hal ini ketika aku menerima kado dari ibu dosen (mantan dosen?) sebagai ucapan selamat atas kelulusanku, tepatnya tanggal 2 Desember 2011 satu hari sebelum aku diwisuda. Mungkin ini adalah hal biasa bagi sebagian orang, tapi ini merupakan sesuatu yang berharga, karena aku ingin melakukannya dengan tulus. Bisa ditebak apa?ya, ucapan terima kasih dan permintaan maaf. Terima kasih atas ilmu yang diberikan dan maaf atas kesalahan-kesalahan yang sudah aku buat. Selain itu tanpa aku harus berpikir lagi, kalimat ucapan itu langsung terangkai secara otomatis di dalam kepalaku, "bu, terima kasih ya udah ngajarin saya. Saya juga minta maap bu kalau suka buat ibu marah." Ya, itulah kalimat yang dengan sendirinya muncul di kepalaku.

Pada kenyataannya aku tidak pernah mengucapkan kalimat itu kepada ibu dosen (mantan dosen?) ketika aku bertemu dengannya. Karena aku lupa!!! Setidaknya aku mau mengucapkan di sini saja. Mungkin tidak terbaca hari ini, besok atau tahun ini, 10 tahun yang ada dating siapa tahu tidak sengaja terbaca? Semoga :)

"bu, terima kasih ya udah ngajarin saya. Saya juga minta maap bu kalau suka buat ibu marah."

Monday, January 30, 2012

Masa yang berhenti (291211)

Masa yang berhenti (291211)

Entah berapa lama aku berada di sini
Terjebak di dalam suatu masa
Tadinya kukira ini masa lalu, ternyata aku salah...
Masa ini kusebut masa yang berhenti

Berawal dari candu
Lalu aku overdosis!
Dan akhirnya aku 'mati'

Dunia menjadi diam, hampa, tawar dan sepi
Masa depan tak lagi bisa ku kecap
Masa lalu tak bisa lagi ku dengar

Aku kira sekarang aku berada di neraka
Jauh dari yang kutahu, yang katanya ada ratap dan kertak gigi serta api yang menyala-nyala
Di sini, tidak ada apa-apa

Tidak ada penyiksaan...
Tapi jiwaku terluka dan tak ada tanda akan sembuh
Tidak ada api yang membakar... Tapi hatiku selalu perih dan sakit seperti terbakar

Hey setan! Kumohon lepaskan aku...
Tidakkah kalian tahu aku sangat menderita di sini?
Aku memang sayang kalian semua, tapi aku tahu kalian semu

Kekasih masa depan, tolong selamatkan aku dari cengkeraman mereka
Peluklah aku sayang, jangan biarkan aku dirayu ilusi lagi