Thursday, March 26, 2009

Kenapa sih harus begini??

Aku jadi teringat akan ucapanku pada senin malam 23 maret 2009 kemarin, dalam acara kegiatan lingkungan. Kebetulan hari itu kegiatannya bertempat di rumahku, aku diminta untuk sharing tentang apa saja kebaikan Tuhan yang diberikanNya kepadaku selama aku sakit. Disitu aku bilang, "mungkin kebaikan Tuhan yang saya rasain, saya bisa ngerasa kuat buat ngadepin penyakit ini, saya ga jadi orang yang terus mengeluh, renungin nasib kenapa kayak gini."

Apabila aku bisa tarik ucapan itu sekarang, aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu. Mengapa?? Aku merasa aku belum pantas untuk menyandang predikat 'kuat' dalam menghadapi semua ini, aku masih lemah, aku masih sangat rapuh, aku hanya seorang yang pengecut, yang hanya berlindung pada keadaan fisik yang terlihat lebih sehat, tapi sebenarnya di dalam penuh dengan kebimbangan dan ketakutan. Ibarat pohon, mungkin aku pohon yang tidak berakar, sehingga ada angin sedikit kencang, aku langsung tumbang.

Membaca kesan dokter tentang hasil pet scan pada sore harinya, aku mempunyai feeling yang tidak baik, namun hal itu masih bisa kutepis dengan beranggapan kalau pengertianku itu adalah salah, sehingga aku bisa lumayan bersikap biasa.

Apa yang aku takutkan terjawab sudah, yaitu pada hari rabu pagi 25 maret 2009, ayahku mengatakan berdasarkan hasil pet scan terdapat 3 titik tumor kecil di kedua paru-paruku, ini berdasarkan pernyataan dokter tulangku, dan ayahku bilang juga kalau hari ini (25 maret 2009) aku harus segera ke dokter internis yang dulu kemoin aku, untuk segera mengambil tindakan.

Karena keputusan yang mendadak untuk pergi ke dokter, akibatnya aku mendapat nomor antrian 24, yang kata suster kira-kira itu sekita jam 12an, jam 12 malam tentunya.. Segan juga sih sebenarnya untuk pergi ke dokter, selain takut untuk mendengar kalau-kalau aku harus dikemo lagi, waktunya yang juga terlalu malam.

Berangkat dari rumah jam 8 mlam (dengan ditemani papi, mami, dan adikku), karena ingin sampai di RS jam 9an, berharap suster mau memberi kesempatan untuk aku yang duluan karena datangnya lebih duluan dari pasien yang belum datang pada saat dipanggil. Tapi kenyataannya tidak begitu, suster tidak segera memanggil namaku, baru sekitar pukul setengah 12an namaku dipanggil.

Di dalam ruangan dokter aku agak menggigil, entah karena aku grogi atau memang ruangannya yang dingin?rasanya sih karena memang ruangannya yang dingin. Setelah dokter melihat dan membaca hasil pet scannya, dokter memutuskan aku harus kemo lagi, mendengar itu jujur aku sangat kecewa.. kenapa sih harus kemo lagi?ga ada cara lain lagi selain kemo?

Dokter bilang dosis obat yang kali ini tidak keras seperti yang dulu, melihat dari kondisi fungsi ginjalku yang terakhir kali (38%), namun ya tetap saja rambut-rambutku nantinya juga akan rontok. "Kalau rontok, berarti obatnya bener (bukan palsu)" begitu kata dokter. Aku diminta untuk segera kontrol lagi ke dokter ginjal, supaya bisa secepatnya kemo lagi.

Sambil mendengar apa yang diucapkan dokter, dalam pikiranku banyak sekali pernyataan-pernyataan yang simpang-siur. "kalau kemo lagi berarti enek-enek lagi terus muntah-muntah lagi donk?" "berarti harus cuti kuliah lagi donk?" "cuti kuliahnya kan ga bisa cuma 1 semester, minimal 2 semester (karena untuk pemulihan), itu artinya aku semakin tertinggal dengan teman-temanku." "ga punya temen lagi donk di kampus?"

Sekitar pukul 12 malam aku pulang, dan tiba di rumah satu jam berikutnya. Tadi sewaktu di RS aku sudah sangat ngantuk ,tapi begitu aku berbaring di ranjang entah kenapa aku malah sulit tidur. "kemo, kemo dan kemo" itu terus yang terngiang di telingaku. Untuk menghindari aku terlalu larut dalam pikiran yang seperti itu, dengan perasaan yang tidak nyaman itu aku mencoba untuk berdoa. Aku berdoa tidak dengan duduk, kemudian kedua tangan dikatupkan dan kepala menunduk, aku berdoa dengan berbaring dan memejamkan mata sambil mengucapkan, "Yesus, kasihanilah aku." Tanpa henti aku ucapkan kalimat itu, sampai akhirnya aku tertidur.

Sekarang ini aku sedikit lega, karena tadi ayahku bilang, kalau sepertinya aku tidak perlu kemo lagi, cukup dengan menjaga pola makanku, aku pasti bisa sembuh. Aku juga berharap demikian, bisa sembuh, tanpa harus kemo lagi, tapi keputusan ini bukanlah keputusan yang final, masih bisa berubah kapan saja, masih bisa kemo lagi setiap saat.

Dari tadi pagi sampai sekarang masih banyak sekali pernyataan-pernyataan yang melintas di pikiranku, meskipun tadi ayahku mengatakan kalau aku tidak perlu kemo. "apa berenti kuliah aja? kalau berenti kuliah, gimana nanti masa depannya?" "ga boleh nyerah! ga boleh nyerah, maju terus!" "kenapa sih harus kayak gini?" "kenapa sih harus sakit kayak gini." Diriku saling bertanya jawab.

Tidak banyak yang bisa aku lakukan saat ini, kecuali cuma terus bertanya, dan bertanya dengan diriku sendiri.

No comments: